Batu Pos – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari Senin memanggil sejumlah saksi dari Badan SAR Nasional (Basarnas) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait penyidikan dugaan korupsi dalam pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle di lingkungan Basarnas untuk periode 2012-2018. Pemeriksaan berlangsung di Gedung KPK Merah Putih dan melibatkan saksi-saksi seperti Agustinus Tri Setiawan (ATS), Bambang Wigati (BW), Anang Hendri Prayogo (AHP), dan Seri Maharani BR Karo (SM).
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyatakan bahwa pemeriksaan ini bertujuan untuk mengonfirmasi informasi yang terkait dengan dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan tersebut. Meskipun demikian, KPK belum memberikan rincian lebih lanjut tentang informasi spesifik yang akan dikonfirmasi kepada para saksi.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu Max Ruland Boseke (MRB), yang menjabat sebagai Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas periode 2009-2015; Anjar Sulistioyono (AJS), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas periode 2013-2014; dan William Widarta (WLW), Direktur CV Delima Mandiri (DLM).
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada November 2013 ketika Basarnas mengajukan Rencana Kerja Anggaran dan Kementerian (RKA-K/L) berdasarkan Rencana Strategis Basarnas tahun 2010-2014. Salah satu bagian dari rencana kerja tersebut adalah pengadaan truk angkut personel senilai Rp47,6 miliar dan rescue carrier vehicle sebesar Rp48,7 miliar.
Pengajuan pengadaan truk dan rescue vehicle tersebut dimulai melalui rapat tertutup yang melibatkan Kepala Basarnas dan pejabat eselon 1 dan 2. Pada Januari 2014, Max Ruland Boseke, yang berperan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), memberikan daftar calon pemenang kepada PPK Anjar Sulistiyono dan Tim Pokja Pengadaan Basarnas untuk lelang barang/jasa tahun anggaran 2014.
Dalam pengadaan tersebut, Max mengondisikan agar PT TAP, perusahaan yang dikendalikan oleh William Widarta, dimenangkan. Anjar Sulistiyono kemudian menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dengan data harga dan spesifikasi dari Riki Hansyah, pegawai William Widarta. Pada Februari 2014, William mengikuti lelang dengan menggunakan nama PT TAP, dan Tim Pokja Basarnas mengumumkan PT TAP sebagai pemenang pada Maret 2014.
Namun, penyidik KPK menemukan adanya persekongkolan dalam pengadaan ini, termasuk kesamaan alamat IP peserta lelang dan dokumen penawaran dari PT TAP serta perusahaan pendampingnya, PT ORM dan PT GIM. Akibat pengadaan yang korup, PT TAP menerima pembayaran uang muka sebesar Rp8,5 miliar untuk truk angkut dan Rp8,7 miliar untuk rescue carrier vehicle.
Pada Juni 2014, Max Ruland Boseke menerima uang sebesar Rp2,5 miliar dari William Widarta, yang kemudian digunakan untuk keperluan pribadi. Hasil audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan kerugian negara sebesar Rp20,4 miliar akibat pengadaan tersebut.
Atas perbuatan mereka, para tersangka diancam dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. KPK berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini guna menjaga akuntabilitas dan integritas pengelolaan anggaran negara.